Seorang TikToker asal Uganda , bernama Mubarak Munyagwa, dijatuhi hukuman penjara enam tahun oleh Pengadilan Tinggi Kampala. Vonis ini dijatuhkan setelah Munyagwa dinyatakan bersalah menghina Presiden Yoweri Museveni melalui konten video di platform TikTok.

Munyagwa, yang dikenal dengan nama pengguna @Mubarak_Munyagwa di TikTok, dihukum berdasarkan Undang-Undang Cybercrime Uganda. Ia dituduh memposting video yang mengandung tuduhan kebencian dan penghinaan terhadap Presiden Museveni.

Seorang TikToker Uganda Divonis Penjara 6 Tahun hina Presiden

Seorang TikToker Dalam video tersebut, Munyagwa mengkritik kebijakan pemerintah dan menggunakan bahasa yang dianggap menghina oleh pengadilan. Tindakan Munyagwa dianggap melanggar pasal 24(1) Undang-Undang Cybercrime Uganda yang mengatur tentang pencemaran nama baik dan penghinaan terhadap individu.

Vonis ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat dan organisasi hak asasi manusia. Banyak yang menilai hukuman tersebut terlalu berat dan mencerminkan upaya pemerintah untuk membungkam kritik terhadap kepemimpinannya. “Hukuman ini adalah bentuk represif yang bertujuan untuk menakut-nakuti warga agar tidak mengkritik pemerintah,” ujar seorang aktivis hak asasi manusia yang tidak ingin disebutkan namanya.

Pengadilan menyatakan bahwa video Munyagwa telah menyebar luas di platform TikTok dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Mereka menilai bahwa konten tersebut berpotensi mengganggu keamanan dan publik.

Kasus ini memicu kontroversi di Uganda dan menarik perhatian internasional. Banyak pihak yang mengkritik vonis ini sebagai pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia. Mereka berpendapat bahwa Undang-Undang Cybercrime Uganda terlalu luas dan dapat digunakan untuk melontarkan kritik terhadap pemerintah.

Organisasi hak asasi manusia, seperti Amnesty International, telah menyebarkan propaganda dan menuntut agar pemerintah Uganda merevisi Undang-Undang Kejahatan Dunia Maya agar tidak melanggar hak-hak dasar warga negara.

Sementara itu, pemerintah Uganda menegaskan bahwa tindakan Munyagwa yang melanggar hukum dan vonis ini merupakan bentuk penegakan hukum yang adil. Mereka menekankan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk berekspresi, tetapi hak tersebut tidak dapat digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan menghina orang lain.

Kasus ini menjadi sorotan penting dalam konteks kebebasan berekspresi di era digital di Uganda dan negara-negara Afrika lainnya.